Jakarta, Sehatcantik.id – Aksi merokok yang kerap muncul dalam program siniar atau podcast dan tersebar luas di media sosial, menarik perhatian Kementerian Kesehatan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menilai, kondisi itu membuat implementasi PP Nomor 28 Tahun 2024 menjadi penting, untuk mengendalikan produk tembakau dan rokok elektronik, termasuk pembatasan promosi rokok lewat podcast.
“Sebenarnya kita punya PP (Peraturan Pemerintah) terbaru, PP Nomor 28 Tahun 2024. Di sana memang kalau terkait iklan itu harus 500 meter dari instansi pendidikan. Kalau iklan di media sosial sama sekali dilarang. Kalau di televisi itu di atas jam 22:00 sampai 05:00,” kata Siti Nadia, dalam rangkaian Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Jakarta, dikutip Selasa (10/6/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau di podcast itu terkadang mereka tidak beriklan tapi memang biasa merokok. Tetapi ada satu aturan yang disebut sebagai Kawasan Tanpa Rokok, misalnya tempat-tempat umum, tempat pendidikan, fasilitas kesehatan, dan hotel,” tambahnya.
Bahkan menurut Nadia, adanya tren peningkatan perokok pemula akibat dari masifnya konten iklan rokok, khususnya rokok elektronik yang diunggah oleh akun-akun pemengaruh (influencer) di media sosial.
Data Survei Kesehatan Indonesia pada tahun 2023 menemukan sebanyak 63,1 juta perokok ada di usia 10-18 tahun.
“Terjadinya tren peningkatan perokok pemula, salah satunya dikarenakan pembatasan usia untuk membeli rokok yang belum berjalan dengan baik, sementara di sisi lain bagaimana iklan promosi dan sponsorship rokok menjadi luar biasa di media sosial dan ini jelas berdampak pada anak-anak dan remaja,” kata Nadia.
Nadia menjelaskan promosi iklan rokok, khususnya rokok elektronik di media sosial saat ini diproduksi dengan sangat masif dan menarik, tidak lagi menyeramkan seperti iklan rokok pada kemasan rokok, bahkan tidak jarang dipromosikan bersama dengan produk-produk yang familiar dalam keseharian anak-anak remaja.
Selain itu, tidak adanya batas waktu untuk menayangkan konten serta belum adanya verifikasi batas usia untuk melihat tayangan konten iklan rokok di media sosial kian memperparah paparan anak remaja terhadap iklan rokok
Karena itu, Kemenkes tengah berupaya mengusulkan agar ruang penyiaran menjadi salah satu Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
“Kami sedang mencoba bagaimana tempat-tempat penyiaran pun harusnya menjadi Kawasan Tanpa Rokok,” katanya.
Kemudian, mengenai keterlibatan influencer mempromosikan rokok elektrik di media sosial, pihaknya akan ada aturan teknis yang akan disusun bersama dengan Komdigi.
“Jadi mengenai keterlibatan influencer mempromosikan rokok elektronik di media sosial nanti akan ada aturan teknis yang kami juga susun bersama dengan Komdigi untuk mengatur mengenai iklan-iklan promosi maupun sponsorship yang ada di ruang media elektronik sebagai turunan daripada PP No 28 Tahun 2024 ini,” ujar Nadia.
Fenomena penggunaan vape yang kian marak di kalangan remaja menjadi perhatian serius. Tidak hanya kemasan yang menarik, namun strategi pemasaran yang memanfaatkan media sosial turut mendorong minat anak-anak untuk mencoba produk tersebut.
Dalam konteks ini, Kemenkes menilai bahwa peran influencer perlu mendapat pengawasan lebih ketat.
Lebih lanjut, Nadia mengungkapkan bahwa proses harmonisasi regulasi antar lembaga kini sedang berlangsung. Ia menyampaikan harapannya agar penyusunan juknis ini dapat selesai pada tahun 2025, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kita tahu bahwa PP itu berlaku maksimum dua tahun udah ada aturan penurunannya ya jadi kita akan coba di tahun 2025 ini kita selesaikan. Sekarang ini masih proses harmonisasi dengan lembaga lainnya,” jelasnya. (sbw)