Taiwan Temukan Limbah Pestisida Pemiciu Kanker pada Indomie, BPOM RI Minta Masyarakat Bijak

- Editor

Sabtu, 13 September 2025 - 09:01 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Otoritas Taiwan temukan residu pestisida pada produk Indomie, BPOM minta bijak. (Foto: fda.gov.tw)

Otoritas Taiwan temukan residu pestisida pada produk Indomie, BPOM minta bijak. (Foto: fda.gov.tw)

Jakarta, Sehatcantik.id – Taiwan Food and Drug Administration (TFDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Taiwan merilis temuan terdeteksinya pestisida etilen oksida (EtO) dalam bungkus bubuk penyedap sebesar 0,1 mg/kg di produk mi instan merek Indomie varian rasa Soto Banjar Limau Kulit, produksi PT. Indofood CBP Sukses Makmur TBK.

Dalam rilis yang diumumkan pada laman resminya, Selasa (9/9/2025),  TFDA mengungkapkan bahwa jumlah standard yang dapat ditoleransi untuk etilen oksida, tidak boleh terdeteksi dan harus berada di bawah batas kuantitatif 0,1 mg/kg. Berdasarkan kebijakan di Taiwan, produk Indomie varian Rasa Soto Banjar Limau Kulit tidak sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang Keamanan Pangan dan Sanitasi.

Atas temuan itu, otoritas Taiwan akan mengembalikan atau memusnahkan produk Indomie yang memiliki batas kedaluwarsa 19 Maret 2026 tersebut, sesuai peraturan berlaku.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tak cuma Taiwan, otoritas keamanan pangan Hongkong, Centre for Food Safety (CFS), juga mengambil langkah antisipatif atas temuan pestisida di produk Indomie dimaksud.

“Satu batch produk Indomie yang berasal dari Indonesia ditemukan mengandung residu pestisida, etilen oksida, pada tingkat yang tidak memenuhi standard Taiwan,” tulis pernyataan CFS.

CFS juga mengimbau konsumen yang telah membeli produk dengan batch tersebut untuk tidak mengonsumsinya dan segera membuangnya.

Bisa Memicu Kanker

Menurut pakar biokimia Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) Baterun Kunsah, etilen oksida merupakan gas yang lazim digunakan sebagai agen sterilisasi dalam industri, terutama pada rempah-rempah, kemasan, atau bahan pangan tertentu.

Baca Juga :  Beda Cleanser dengan Facial Wash, Harus Tahu Sebelum Pakai

Dikatakan, meski bermanfaat untuk sterilisasi, EtO dilarang penggunaannya secara langsung dalam pangan karena berpotensi membahayakan kesehatan.

“EtO pada makanan biasanya ditemukan sebagai residu, misalnya dari proses sterilisasi rempah, kacang-kacangan, mi instan, hingga produk es krim. Jika masuk ke tubuh, zat ini dimetabolisme menjadi etilen glikol dan produk turunan lain, lalu diekskresikan melalui urin atau napas. Walau waktu paruhnya dalam darah manusia hanya sekitar 42 menit, paparan tinggi dan berulang dapat menimbulkan stres oksidatif yang merusak sel dan DNA,” papar Kunsah Jumat (12/9/25), seperti dilansir dalam laman resmi um-surabaya.acid.id, yang dikutip Sehatcantik.id.

Baterun menegaskan, dampak kesehatan dari paparan jangka panjang etilen oksida sangat serius.

“EtO termasuk karsinogen golongan 1 menurut WHO, artinya sudah pasti dapat menyebabkan kanker pada manusia. Risiko yang ditimbulkan antara lain kanker darah seperti leukemia dan limfoma, kanker payudara, gangguan reproduksi hingga keguguran. Pada paparan tinggi, efek akut juga bisa muncul berupa mual, muntah, diare, sakit kepala, iritasi kulit, bahkan luka bakar organ,” imbuh Kunsah lagi.

Ia menambahkan, individu dengan sistem antioksidan tubuh yang lemah berisiko lebih besar mengalami kerusakan genetik akibat paparan EtO.

“Karena itu, masyarakat perlu lebih waspada terhadap keamanan pangan, sementara produsen diharapkan semakin ketat menjaga standar kualitas untuk melindungi konsumen,”pungkasnya.

Sikap BPOM RI

Terkait dengan temuan di Taiwan tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, mengungkapkan bahwa p<span;>roduk tersebut bukan merupakan ekspor secara resmi dari produsen ke Taiwan.

Baca Juga :  Benarkah Song Hyungmin, Dokter Bedah Plastik Terkenal di Korea, Malpraktik? 

“Ekspor produk diduga dilakukan oleh trader dan  bukan importir resmi dari produsen serta diekspor tanpa sepengetahuan produsen. Saat ini, produsen sedang melakukan penelusuran bahan baku yang digunakan serta penyebab terjadinya temuan. Hasil penelusuran akan dilaporkan segera kepada BPOM,” tulis BPOM dalam penjelasan publik resminya yang dikutip Sehatcantik.id, Jumat (12/9/2025).

BPOM mengungkapkakn, temuan ini terjadi karena Taiwan menerapkan kadar EtO total harus tidak terdeteksi dalam produk pangan.

“Standard ini berbeda dengan standar beberapa negara lain, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Indonesia yang memisahkan batasan syarat untuk EtO dengan 2-kloroetanol (2-CE) sebagai analitnya dan bukan sebagai batasan EtO total. Sampai saat ini, Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu EtO,” tambah BPOM.

Untuk itu, BPOM akan terus berkoordinasi dengan otoritas kompeten di Taiwan serta pihak lain yang terkait untuk menindaklanjuti dan memantau perkembangan hal ini.

“Berdasarkan hasil penelusuran pada data registrasi BPOM, produk dengan varian tersebut telah memiliki izin edar BPOM sehingga dapat beredar di Indonesia dan tetap dapat dikonsumsi,” urai BPOM.

BPOM mengimbau masyarakat untuk bijak dalam menyikapi informasi ini. Namun, BPOM mengharapkan masyarakat tetap cerdas sebagai konsumen dan selalu menerapkan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk pangan olahan.

BPOM juga mengimbau masyarakat untuk membaca informasi nilai gizi dan takaran saji pangan olahan yang tercantum pada kemasan. (Sbw)

Berita Terkait

Nikita Mirzani Dituntut 11 Tahun dan Denda Rp2 Miliar
Bukan Sulap Bukan Sihir, Area Genital Jadi Cetar
BPOM Dorong Penguatan Kebijakan dan Inovasi Kesehatan Triwulan III 2025
DPR Soroti Kasus Keracunan Berulang MBG, Usul Frasa ‘Gratis’ Dihilangkan
Sikapi Desakan Stop MBG, BPOM Tetap Dukung Program Andalan Prabowo
Nikita Mirzani Kembali Gugat Reza Gladys Rp100 Miliar
Benarkah Song Hyungmin, Dokter Bedah Plastik Terkenal di Korea, Malpraktik? 
Diduga Mengandung Minyak Babi, BPOM Minta Ompreng MBG dari Tiongkok Tak Dipakai Dulu

Berita Terkait

Jumat, 10 Oktober 2025 - 14:17 WIB

Nikita Mirzani Dituntut 11 Tahun dan Denda Rp2 Miliar

Selasa, 7 Oktober 2025 - 08:04 WIB

Bukan Sulap Bukan Sihir, Area Genital Jadi Cetar

Senin, 6 Oktober 2025 - 21:42 WIB

BPOM Dorong Penguatan Kebijakan dan Inovasi Kesehatan Triwulan III 2025

Kamis, 2 Oktober 2025 - 19:52 WIB

DPR Soroti Kasus Keracunan Berulang MBG, Usul Frasa ‘Gratis’ Dihilangkan

Kamis, 18 September 2025 - 05:52 WIB

Nikita Mirzani Kembali Gugat Reza Gladys Rp100 Miliar

Berita Terbaru

Nikita dituntut 11 tahun penjara dan Rp2 Miliar dalam kasus dugaan pemerasan dan TPPU. (Foto: Danu Baharuddin/Sehatcantik.id

Berita

Nikita Mirzani Dituntut 11 Tahun dan Denda Rp2 Miliar

Jumat, 10 Okt 2025 - 14:17 WIB

Tren filler genital bisa membuat tampilan dan bentuk menjadi lebih baik serta meningkatkan harmonisasi hubungan. (Foto: Freepik)

Berita

Bukan Sulap Bukan Sihir, Area Genital Jadi Cetar

Selasa, 7 Okt 2025 - 08:04 WIB