Jakarta, Sehatcantik.id – Sebuah kudapan ringan asal Indonesia kembali menjadi sorotan di Taiwan. Taiwan Food and Drug Administration (TFDA) mengonfirmasi penahanan lebih dari satu ton produk keripik bakso goreng atau basreng asal Indonesia karena ditemukan kandungan pengawet buatan yang melebihi batas yang diperbolehkan.
Pada 28 Oktober 2025, TFDA menyatakan bahwa sekira 1.072 kg produk basreng impor dari Indonesia–melalui importir Taiwan Sheba Enterprise Co. dari perusahaan Indonesia bernama Isya Food–ditahan di perbatasan. Produk tersebut dilaporkan mengandung asam benzoat sebesar 0,05 g per kg. Padahal, berdasarkan standard pengawet di Taiwan, jenis produk tersebut tidak diperbolehkan mengandung pengawet buatan sama sekali.
Sebelumnya, pada 21 Oktober, produk “Basreng Cracker” dari perusahaan yang sama juga dikembalikan atau dimusnahkan setelah ditemukan asam benzoat sebesar 0,93 g/kg.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Situs resmi TFDA, fda.gov.tw, melansir, “Berdasarkan ‘Standar Cakupan, Batasan, dan Spesifikasi Penggunaan Bahan Tambahan Pangan’, produk yang dimaksud tidak termasuk dalam cakupan penggunaan pangan yang diizinkan sebagaimana tercantum dalam tabel dan tidak mematuhi Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Keamanan dan Sanitasi Pangan,” demikian pernyataan TFDA di situsnya.
Sejalan dengan ini, sebanyak 1.008 kilogram basreng pun ditarik dari pasaran. Produk asal RI ini “akan dikembalikan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan.”
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menanggapi laporan itu dan menyatakan bahwa mereka akan melakukan pengecekan dan koordinasi dengan pihak terkait. Di sisi lain, BPOM juga menekankan ada perbedaan standard regulasi keamanan pangan antara Taiwan dan Indonesia yang perlu diperhitungkan.
Kasus ini seolah menjadi peringatan penting bagi produsen atau eksportir makanan ringan Indonesia yang menyasar pasar ekspor, sebab standard negara tujuan bisa berbeda jauh. Misalnya, meskipun produk sudah mendapat izin edar di Indonesia, belum tentu otomatis memenuhi standar Taiwan atau negara lain.
Jenis bahan tambahan yang diperbolehkan bisa berbeda, bahkan untuk pengawet yang relatif umum. Karena ternyata untuk jenis keripik tertentu, Taiwan tidak memperbolehkan pengawet buatan seperti asam benzoat.
Kendali ekspor dan rantai distribusi perlu diperketat. Produk “yang seharusnya untuk domestik” bisa lolos ke luar negeri melalui jalur informal atau pengiriman yang tidak resmi—dan saat terjadi pelanggaran, reputasi produsen dan negara asal ikut terpengaruh.
Bagi konsumen, isu ini menegaskan pentingnya memperhatikan label, izin edar, dan kejelasan asal-produk makanan yang dikonsumsi — lebih dari sekadar “merek terkenal”.
Bagi produsen maupun pemilik brand: menjaga kualitas dan kesesuaian regulasi ekspor bukan hanya soal memenuhi persyaratan legal, tetapi juga membangun kepercayaan pasar dan meminimalkan risiko penolakan yang bisa merugikan finansial dan reputasi.
Insiden ini mengingatkan bahwa globalisasi pasar pangan membawa peluang besar dan tantangan serius. Ketika satu produk snack lokal seperti “basreng” harus ditahan karena pengawet tidak sesuai standard di Taiwan, maka seluruh pemangku kepentingan (produsen, ekspor, regulator) dituntut lebih adaptif terhadap perbedaan regulasi antarnegara. (Sbw)













