Jakarta, Sehatcantik.id – Di balik deru program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kini menjangkau jutaan anak sekolah, satu lembaga bergerak lebih sigap dari biasanya: Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2025, pengawasan keamanan pangan untuk program ini tak lagi sekadar imbauan, tapi mandat hukum.
Kepala BPOM Taruna Ikrar, Sabtu (6/12/2025) di Solo, Jawa Tengah, mengatakan regulasi baru tersebut memberikan enam tugas strategis kepada BPOM. Tiga titik utama adalah pengawasan keamanan pangan di seluruh rantai suplai MBG; edukasi bagi penyelenggara, termasuk Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), serta mitigasi risiko untuk mencegah keracunan.
Tiga mandat lainnya meliputi sertifikasi dapur SPPG bersama pemda, investigasi cepat jika terjadi insiden keracunan, serta surveilans nasional berbasis risiko.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dengan Perpres ini, landasan hukum kami semakin kuat. Semua tugas yang sebelumnya melalui MoU kini punya payung hukum yang jelas,” ujar Taruna
Prioritas: Daerah Risiko Tinggi
Dengan lebih dari 30 ribu SPPG di seluruh Indonesia, BPOM memilih strategi pengawasan berbasis prioritas risiko. Fokus utamanya adalah: lokasi dengan riwayat keracunan, wilayah sentra produk pangan lokal berisiko tinggi, seperti komoditas ikan dengan potensi histamin.
“Kami pastikan lokasi dengan risiko terbesar menjadi prioritas. Mitigasi ini dua arah: mengevaluasi kejadian sebelumnya dan memetakan potensi ancaman baru,” kata Taruna.
Menurutnya, pengalaman dari insiden keracunan pangan selama program berjalan menjadi acuan penting dalam penyusunan standar baru.
Dorong Bahan Lokal: Aman dan Menggerakkan Ekonomi
Selain pengawasan, BPOM juga menekankan pentingnya pemanfaatan bahan pangan lokal. Selain lebih mudah diawasi, pendekatan ini dinilai mampu meminimalkan risiko kontaminasi dan memperkuat ekosistem pangan daerah.
Arah kebijakan ini sejalan dengan dukungan pemerintah daerah. Wali Kota Solo Respati Ardi, misalnya, meminta seluruh SPPG membeli kebutuhan dapur dari pasar tradisional.
Jika kebijakan itu berjalan konsisten, Solo saja diprediksi dapat menikmati perputaran ekonomi hingga Rp 380 miliar pada 2026 dari program MBG.
“Kalau tepat, tahun 2026 akan ada sekitar Rp 380 miliar masuk melalui MBG di Solo,” ujar Respati.
Respati menilai angka itu bukan sekadar potensi, tapi peluang untuk menghidupkan pedagang pasar tradisional, UMKM olahan pangan, dan rantai logistik lokal.
Taruna menutup dengan pesan sederhana, tapi strategis. “Kami ingin memastikan setiap makanan yang diterima anak-anak aman dan memenuhi standar. Ini pekerjaan besar, tapi mulia untuk masa depan bangsa.” (Sbw)













